Kamis, 22 Juli 2010

Disebut 'Gila', Bersyukurlah

STOCKHOLM (Berita SuaraMedia) - Tak berlebihan jika ada yang menganggap batasan antara jenius dan gila sangat tipis. Studi Institut Karolinska di Stockholm mengungkap, cara kerja otak orang-orang jenius mirip dengan aktivitas otak penderita gangguan jiwa atau skizofrenia.

Temuan yang diberitakan dalam jurnal PLoS ONE mengungkap bahwa orang yang dikategorikan sebagai tipe kreatif itu tidak dapat menyaring informasi di kepala mereka sebagaimana orang pada umumnya.



Sehingga, mereka mampu membuat koneksi baru dan menghasilkan ide-ide unik. "Berpikir di luar kotak mungkin difasilitasi dari kemampuan otak yang kurang utuh," kata Fredrik Ullen, salah satu peneliti.

Studi yang sama menemukan bahwa orang kreatif pada umumnya memiliki keluarga dengan sejarah penyakit mental atau gangguan bipolar. Selain itu, sifat-sifat psikologis tertentu, seperti kemampuan membuat asosiasi yang tidak biasa atau aneh juga biasanya dimiliki baik penderita skizofrenia maupun orang-orang kreatif.

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan hubungan kreatif dengan sistem neuron yang merespon dopamin di otak. Dalam sebuah survei terhadap belasan orang yang dianggap sangat kreatif, peneliti menganalisis area reseptor D2 atau thalamus di otak mereka.

Thalamus berfungsi sebagai semacam pusat relay dan menyaring informasi sebelum mencapai daerah korteks, pengatur kognisi dan penalaran. "Seperti penderita skizofrenia, orang kreatif memiliki densitas D2 rendah di bagian otak," katanya seperti diberitakan dalam Live Science.

Kurangnya reseptor D2 di thalamus memungkinkan tingkat penyaringan informasi yang lebih rendah daripada orang biasa. "Kemungkinan ini pula yang mengakibatkan mekanisme pemecahan masalah dalam otak orang kreatif sama seperti yang ditemukan dalam otak penderita gangguan jiwa."

Penelitian semacam ini terus dilakukan untuk menjawab perdebatan mengenai banyaknya tokoh jenius yang ternyata memiliki gangguan kejiwaan. Mereka antara lain Fisikawan Isaac Newton, Komposer Ludwig van Beethoven, dan penulis Edgar Allan Poe, pelukis Vincent van Gogh. Di balik kejeniusannya, seluruhnya mengalami gangguan kejiwaan.

Siapa sih yang nggak marah kalau dibilang Orang Gila, apalagi kalau yang nyebutnya ditengah-tengah orang banyak, aduh bisa malunya minta ampun. Tapi sebentar dulu sahabat, sebelum kita marah kita harusnya sedikit merenung dan mengamati kenapa orang itu disebut gila dan mengapa dia menyebut kita orang gila. Jadi sebelum marah kita melakukan sebuah proses pencarian dulu supaya kita tidak terjebak hanya pada kata-kata sebutan "gila" saja tanpa menyadari maksud sebenarnya.

Orang dikatakan gila karena orang tersebut beda secara ekstrem, itu saja. Contohnya, bila kita melakukan tindakan nekat memanjat gedung tinggi tanpa tali pengaman. Orang pasti akan berkomentar itu "Gila" dan ada dua kemungkinan, bila orang itu bener-bener pemanjat yang profesional dan berhasil menaklukkan gedung tersebut maka dia disebut orang gila yang selamat dari kegilaannya. Tapi kalau dia terjatuh dan mati maka dia dikatakan orang gila yang mati karena kegilaannya. Tapi yang jelas perilaku yang dilakukannya dengan membuat sensasi tersebut tergolong prilaku diluar keumuman atau tidak wajar.

Hanya saja sekarang yang jadi masalah adalah apakah kegilaan itu merupakan hal yang positif ataukah negatif. Hal ini memang masih menjadi perdebatan. Dalam konteks Perubahan atau Kemajuan, faktor kegilaan merupakan salah satu faktor pemicu yang menarik untuk diperhatikan. Tandanya tanpa sebuah lompatan pemikiran dan ide gila kita semua tidak pernah berada pada kondisi sekarang ini. Dimana segala macam kegilaan teknologi, industri, gaya hidup sampai urusan makanan/kuliner mengalami sebuah lompatan budaya yang sangat fantastik. Bayangkan saja orang jaman dulu tidak pernah membayangkan hidup dengan terang benderang karena lampu pijar, sampai si Thomas Alpa Edison menemukan bola lampu. Padahal jaman dulu Edison sempat dikatakan gila dengan mengerjakan proyeknya tersebut. Namun menurut edison apa yang dilakukannya merupakan hal yang diyakininya bisa dilakukan dan wajar, dan terbukti bahwa apa yang diyakini Edison benar. Bahwa kegilaan yang dia lakukan adalah benar.

Inilah yang ingin dikatakan penulis bahwa, dengan melakukan kegilaan yang termotivasi oleh energi positif, orang akan lebih menemukan sebuah hal-hal yang luar biasa yang tidak pernah terpikir oleh orang-orang biasa. Jadi kegilaan tetaplah merupakan sebuah ketidakwajaran menurut orang tetapi tetap realistis menurut yang mengerjakannya, dan hal tersebut tergantung nilai apa yang di bawa oleh si "Gila" tadi, negatif atau positif. Namun yang jelas perubahan besar hanya dapat diciptakan oleh orang-orang yang "dianggap" sebagian besar orang adalah "Gila"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar