Selasa, 22 Maret 2011

Ada Hantu (Bikini) di Film Kita!


Isu film impor yang beberapa waktu lalu membuat banyak pencinta film Hollywood galau, nampaknya belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh produsen film lokal untuk merilis film-film bermutu. Dalam beberapa bulan terakhir, film yang mengeksploitasi hantu masih jadi pilihan jualan mogul film lokal. ARWAH GOYANG JUPE DEPE (dulu Arwah Goyang Karawang), POCONG NGESOT, JENGLOT PANTAI SELATAN, DEDEMIT GUNUNG KIDUL akan mendominasi bioskop kita.
Ada Hantu (Bikini) di Film Kita!

Hantu memang masih jadi jualan yang cukup laku, terutama jika dibundling dengan tubuh seksi dan keberanian akting vulgar para pemainnya. Sayangnya porsi pemain seksinya lebih banyak dibanding kehadiran sosok hantu itu sendiri, yang membuat rasa film horor hanya 30%, sisanya terasa jadi film seksi (komedi).
Mengapa komedi? karena sebagian besar film horor juga menyelipkan adegan komedia yang diharap bisa membuat penonton tergelak-gelak di satu waktu, dan di waktu lain merinding ketakutan. Ada beragam alasan mengapa film horor lokal tetap laku dan menghibur banyak orang meski di sisi lain yang berpandangan sebaliknya.
Sebut saja, Siwi (25), menganggap film horor itu *****an jadi pemanis untuk mengklarifikasi film yang (kebanyakan) mengumbar erotisme. Horor di sini seringkali *****a berupa adegan-adegan mengagetkan, bukan sesuatu yang benar-benat mengerikan seperti yang ada di film luar negeri. Film horor mempunyai karakter yang kuat di tiap filmnya, sampai-sampai jadi trademarknya sendiri, contohnya JU ON. Sementara di Indonesia, memanfaatkan objek yang secara psikologis mereka itu nakutin. Bagi mahasisiw ITS dan aktivis blogger Jatim ini, film horor Indonesia yang sejauh ini paling bagus adalah RUMAH DARA.
Sementara menurut Santoso (27thn), movie addict yang mengikuti beberapa mailing list perfilman ini menyatakan jika film horor itu menghibur! Bermain dengan ketakutan itu menghibur, dan jelas film horor saat ini ga murni film horor. Buat cowok-cowok, pemain cewek yang seksi jelas jadi daya tarik tersendiri.
Jenglot Pantai Selatan
Lain lagi dengan komentar aktor Lukman Sardi tentang film horor. Pemain SANG PENCERAH ini menilai film horor yang bagus tidak harus memunculkan setan namun bisa mendatangkan ketakutan kepada orang-orang yang melihatnya. Sayang untuk film horor lokal, alur cerita tampak hanya sekedar tempelan dan tidak memiliki alur yang menyatu.
Maraknya film horor seksi lebih dikritisi bijak oleh budayawan Guruh Soekarno Putra. Banyaknya orang yang antipati ketika memberikan penilaian buruk terhadap film horor Indonesia dan itu sangatlah tidak bijak. Menurutnya semua tergantung dari penggarapan film itu sendiri, jadi tidak bisa dipukul rata.
'Menakut-nakuti' untuk menghibur ini memang ciri khas film horor lokal untuk menimbulkan rasa takut. Dan sebagai materi teror ketakutan, produsen film selalu meminang pocong dan hantu perempuan (termasuk kuntilanak di dalamnya). Mengapa perempuan? Apakah perempuan lebih menyeramkan saat menjadi hantu atau ada alasan lain? Belum ada penelitian serius tentang hal ini, tapi sejak film horor BERANAK DALAM KUBUR (1971) yang diperankan bintang mistis Suzanna begitu laku di pasaran, sejak saat itulah sosok hantu perempuan lebih sering dijadikan sebagai bintang utama dibanding sosok hantu pria.
Pastinya hantu perempuan ini tak hanya membawa teror ketakutan tapi juga teror seksi. Lantas, sampai kapankah hantu-hantu seksi ini akan terus meneror perfilman kita? (kapanlagi.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar